1. EMPAT MACAM
SATIPATTHANA
Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, obyeknya adalah nama dan rupa (batin
dan materi), atau pancakhandha (lima kelompok faktor kehidupan). Ini dilakukan
dengan memperhatikan gerak-gerik nama dan rupa terus menerus, sehingga dapat melihat
dengan nyata bahwa nama dan rupa itu dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan),
dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku).
Pancakkhandha (lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha (kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha (kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Empat macam satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu
sendiri. Kaya nupassana adalah rupa-khandha. Vedana-nupassana adalah
vedana-khandha. Citta-nupassana adalah Viññana-khandha. Dhamma-nupassana adalah
pancakkhandha.
Sesungguhnya, yang akan berkembang dalam latihan Vipassana itu ialah
perhatian yang tajam dan kesadaran yang kuat.
1. Kaya-nupassana (perenungan
terhadap badan jasmani).
Salah satu contoh yang paling populer dan praktis tentang meditasi dengan obyek badan jasmani ialah anapanasati (menyadari keluar dan masuknya napas). Dalam anapanasati ini, tidak ada tekanan atau paksaan pada pernapasan. Panjang atau pendeknya pernapasan harus disadari, tetapi tidak dibuat-buat atau sengaja diatur. Jadi, bernapas secara biasa dan wajar.Walaupun menurut kebiasaan , kesadaran terhadap pernapasan itu pada tingkat permulaan dianggap sebagai obyek untuk meditasi ketenangan (Samatha Bhavana), yaitu untuk mengembangkan jhana-jhana, ia juga sangat berguna untuk mengembangkan Pandangan Terang (Vipassana Bhavana). Dalam pernapasan, yang dipakai sebagai suatu obyek perhatian murni, naik turunnya gelombang kehidupan yang tidak kekal, yang timbul tenggelam ini, dapat disadari dengan mudah.Cara meditasi lain yang penting, praktis, dan berguna ialah sadar dan waspada terhadap segala sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, sewaktu membungkukkan dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke belakang, ketika berpakaian, makan, dan minum, ketika buang kotoran dan kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.Di sini tidak dijalankan penyiksaan badan jasmani dengan maksud untuk mengendalikan badan. Tetapi dipergunakan jalan tengah yang sederhana, dengan menyadari timbul dan tenggelamnya bentuk kehidupan setiap saat.
Salah satu contoh yang paling populer dan praktis tentang meditasi dengan obyek badan jasmani ialah anapanasati (menyadari keluar dan masuknya napas). Dalam anapanasati ini, tidak ada tekanan atau paksaan pada pernapasan. Panjang atau pendeknya pernapasan harus disadari, tetapi tidak dibuat-buat atau sengaja diatur. Jadi, bernapas secara biasa dan wajar.Walaupun menurut kebiasaan , kesadaran terhadap pernapasan itu pada tingkat permulaan dianggap sebagai obyek untuk meditasi ketenangan (Samatha Bhavana), yaitu untuk mengembangkan jhana-jhana, ia juga sangat berguna untuk mengembangkan Pandangan Terang (Vipassana Bhavana). Dalam pernapasan, yang dipakai sebagai suatu obyek perhatian murni, naik turunnya gelombang kehidupan yang tidak kekal, yang timbul tenggelam ini, dapat disadari dengan mudah.Cara meditasi lain yang penting, praktis, dan berguna ialah sadar dan waspada terhadap segala sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, sewaktu membungkukkan dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke belakang, ketika berpakaian, makan, dan minum, ketika buang kotoran dan kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.Di sini tidak dijalankan penyiksaan badan jasmani dengan maksud untuk mengendalikan badan. Tetapi dipergunakan jalan tengah yang sederhana, dengan menyadari timbul dan tenggelamnya bentuk kehidupan setiap saat.
2. Vedana-nupassana (perenungan
terhadap perasaan).
Di sini direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang, perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan perasaan yang sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap kembali.Perasaan harus dikendalikan oleh akal dan kebijaksanaan, agar perasaan itu tidak membangkitkan bermacam-macam bentuk emosi. Apabila perasaan telah dapat diatasi dengan tepat, maka batin menjadi bebas, tidak terikat oleh apapun di dalam dunia ini.
Di sini direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang, perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan perasaan yang sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap kembali.Perasaan harus dikendalikan oleh akal dan kebijaksanaan, agar perasaan itu tidak membangkitkan bermacam-macam bentuk emosi. Apabila perasaan telah dapat diatasi dengan tepat, maka batin menjadi bebas, tidak terikat oleh apapun di dalam dunia ini.
3. Citta-nupassana (perenungan
terhadap pikiran).
Di sini direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa nafsu atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari.Pikiran harus diarahkan pada kenyataan hidup pada saat ini. Masalah-masalah yang telah lewat atau hal-hal yang akan datang tidak boleh dipikirkan pada saat ini. Betapa banyak tenaga yang terbuang dengan percuma karena melamunkan keadaan-keadaan yang telah lalu dan mengkhayalkan keadaan yang akan datang. Jadi, keadaan pikiran yang sebenarnya harus diamat-amati, agar batin menjadi bebas dan tidak terikat.
Di sini direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa nafsu atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari.Pikiran harus diarahkan pada kenyataan hidup pada saat ini. Masalah-masalah yang telah lewat atau hal-hal yang akan datang tidak boleh dipikirkan pada saat ini. Betapa banyak tenaga yang terbuang dengan percuma karena melamunkan keadaan-keadaan yang telah lalu dan mengkhayalkan keadaan yang akan datang. Jadi, keadaan pikiran yang sebenarnya harus diamat-amati, agar batin menjadi bebas dan tidak terikat.
4. Dhamma-nupassana (perenungan
terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Di sini direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani).Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana) ialah bahwa apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat, kemalasan dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka hal itu harus disadari. Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia tahu bagaimana bentuk-bentuk pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul, bentuk-bentuk pikiran itu ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk pikiran itu tidak akan timbul lagi kemudian.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha) ialah dengan menyadari bahwa inilah bentuk jasmani, inilah perasaan, inilah pencerapan, inilah bentuk pikiran, inilah kesadaran. Ia tahu bagaimana caranya timbul dan bagaimana caranya lenyap.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua bleas ayatana) ialah dengan menyadari bahwa inilah mata dan obyek bentuk, inilah telinga dan obyek suara, inilah hidung dan obyek bau, inilah lidah dan obyek kecapan, inilah badan dan obyek sentuhan, inilah pikiran dan obyek pikiran. Ia tahu akan belenggu-belenggu yang timbul dalam hubungan dengan semua itu. Ia tahu bagaimana cara menaklukkan belenggu-belenggu itu. Ia tahu bagaimana caranya supaya belenggu yang telah dibuang itu tidak timbul lagi kemudian.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga) ialah apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul kesadaran (sati), penyelidikan Dhamma yang mendalam (Dhamma-Vicaya), tenaga (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi), pemusatan pikiran (samadhi), atau keseimbangan (upekkha), maka hal itu harus disadari. Ia tahu bilamana keadaan-keadaan ini tidak ada di dalam dirinya. Ia tahu bagaimana cara timbulnya, dan bagaimana cara mengembangkannya dengan sempurna.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) ialah dengan menyadari berdasarkan kesunyataan bahwa inilah penderitaan, inilah asal mula dari penderitaan, inilah pemadaman dari penderitaan, inilah jalan menuju pemadaman dari penderitaan. Ia merenungkan masalah-masalah yang timbul dan hancur dari bentuk-bentuk pikiran. Akhirnya, ia hidup bebas tanpa ikatan dalam dunia ini.
Di sini direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani).Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana) ialah bahwa apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat, kemalasan dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka hal itu harus disadari. Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia tahu bagaimana bentuk-bentuk pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul, bentuk-bentuk pikiran itu ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk pikiran itu tidak akan timbul lagi kemudian.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha) ialah dengan menyadari bahwa inilah bentuk jasmani, inilah perasaan, inilah pencerapan, inilah bentuk pikiran, inilah kesadaran. Ia tahu bagaimana caranya timbul dan bagaimana caranya lenyap.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua bleas ayatana) ialah dengan menyadari bahwa inilah mata dan obyek bentuk, inilah telinga dan obyek suara, inilah hidung dan obyek bau, inilah lidah dan obyek kecapan, inilah badan dan obyek sentuhan, inilah pikiran dan obyek pikiran. Ia tahu akan belenggu-belenggu yang timbul dalam hubungan dengan semua itu. Ia tahu bagaimana cara menaklukkan belenggu-belenggu itu. Ia tahu bagaimana caranya supaya belenggu yang telah dibuang itu tidak timbul lagi kemudian.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga) ialah apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul kesadaran (sati), penyelidikan Dhamma yang mendalam (Dhamma-Vicaya), tenaga (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi), pemusatan pikiran (samadhi), atau keseimbangan (upekkha), maka hal itu harus disadari. Ia tahu bilamana keadaan-keadaan ini tidak ada di dalam dirinya. Ia tahu bagaimana cara timbulnya, dan bagaimana cara mengembangkannya dengan sempurna.Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) ialah dengan menyadari berdasarkan kesunyataan bahwa inilah penderitaan, inilah asal mula dari penderitaan, inilah pemadaman dari penderitaan, inilah jalan menuju pemadaman dari penderitaan. Ia merenungkan masalah-masalah yang timbul dan hancur dari bentuk-bentuk pikiran. Akhirnya, ia hidup bebas tanpa ikatan dalam dunia ini.
2. SEPULUH MACAM
VIPASSANUPAKILESA
Vipassanupakilesa berarti kekotoran batin atau rintangan yang menghambat
perkembangan Pandangan Terang, di dalam melaksanakan Vipassana Bhavana.
Vipassanupakilesa ini ada sepuluh macam, yaitu :
Vipassanupakilesa ini ada sepuluh macam, yaitu :
1. Obhasa, ialah
sinar-sinar yang gemerlapan, yang bentuk dan keadaannya bermacam-macam, yang
kadang-kadang merupakan pemandangan yang menyenangkan.
2. Piti, ialah kegiuran,
yang merupakan perasaan yang nyaman dan nikmat. Piti ini ada lima macam menurut
keadaannya, yaitu :
1. Khudaka Piti, ialah
kegiuran yang kecil, yang suasananya seperti bulu badan yang terangkat atau
merinding.
2. Khanika Piti, ialah
kegiuran yang sepintas lalu menggerakkan badan.
3. Okkantika Piti, ialah
kegiuran yang menyeluruh, yang suasananya meriang di seluruh badan, seperti
ombak laut memecah di pantai.
4. Ubbonga Piti, ialah
kegiuran yang mengangkat, yang suasananya seolah-olah mengangkat badan naik ke
udara.
5. Pharana Piti, ialah
kegiuran yang menyerap seluruh badan, yang suasananya seluruh badan seperti
terserap oleh perasaan yang menakjubkan.
3. Passadi, ialah ketenangan
batin, yang seolah-olah orang telah mencapai penerangan sejati.
4. Sukha, ialah perasaan
yang berbahagia, yang seolah-olah orang telah bebas dari penderitaan.
5. Saddha, ialah keyakinan
yang kuat dan harapan agar setiap orang juga seperti dirinya.
6. Paggaha, ialah usaha
yang terlalu giat, yang lebih daripada semestinya.
7. Upatthana, ialah ingatan
yang tajam, yang sering timbul dan mengganggu perkembangan kesadaran, karena
tidak memperhatikan saat yang sekarang ini.
8. Ñana, ialah pengetahuan
yang sering timbul dan mengganggu jalannya praktek meditasi.
9. Upekkha, ialah
keseimbangan batin, dimana pikiran tidak mau bergerak untuk menyadari
proses-proses yang timbul
10. Nikanti, ialah perasaan
puas terhadap obyek-obyek.
Sepuluh macam vipassanupakilesa ini
biasanya timbul dalam perkembangan Sammasana-Ñana, yaitu ñana yang ketiga.
3. EMPAT MACAM
VIPALLASA-DHAMMA
Vipallasa-Dhamma berarti kekhayalan, atau kepalsuan, atau kekeliruan yang
berkenaan dengan paham yang menganggap suatu kebenaran sebagai suatu kesalahan
dan kesalahan sebagai suatu kebenaran. Vipallasa-Dhamma ini ada empat macam dan
dapat dibasmi dengan melaksanakan empat macam Satipatthana.
Keempat macam
Vipallasa-Dhamma itu ialah :
1. Subha-Vipallasa, yaitu
kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap sesuatu
yang tidak cantik sebagai cantik. Subha-Vipallasa ini dapat dibasmi dengan melaksanakan
kaya-nupassana.
2. Sukha-Vipallasa, yaitu
kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap sesuatu
yang derita sebagai bahagia. Sukha_Vipallasa ini dapat dibasmi dengan
melaksanakan vedana-nupassana.
3. Nicca-Vipallasa, yaitu
kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap sesuatu
yang tidak kekal sebagai kekal. Nicca-Vipallasa ini dapat dibasmi dengan
melaksanakan citta-nupassana.
4. Atta-Vipallasa, yaitu
kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap sesuatu
yang tanpa aku sebagai aku. Atta-Vipallasa ini dapat dibasmi dengan
melaksanakan Dhamma-nupassana.
4. ENAM BELAS MACAM ÑANA
Ñana berarti
pengetahuan. Apabila orang tekun melaksanakan Vipassana Bhavana, maka akan
berkembanglah ñana di dalam dirinya. Ñana itu ada enam belas macam, yaitu :
1. Nama-Rupa Pariccheda
Ñana, ialah pengetahuan mengenai perbedaan nama (batin) dan rupa (materi).
2. Paccaya Pariggaha Ñana,
ialah pengetahuan mengenai hubungan sebab dan akibat dari nama dan rupa.
3. Sammasana Ñana, ialah
pengetahuan yang menunjukkan nama dan rupa sebagai Tilakkhana (Tiga Corak
Umum), yaitu anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), anatta (tanpa aku).
4. Udayabbaya Ñana, ialah
pengetahuan mengenai timbul dan lenyapnya nama dan rupa.
5. Bhanga Ñana, ialah
pengetahuan mengenai peleburan/pelenyapan nama dan rupa.
6. Bhaya Ñana, ialah
pengetahuan mengenai ketakutan yang berkenaan dengan sifat nama dan rupa.
7. Adinava Ñana, ialah
pengetahuan mengenai kesedihan yang berkenaan dengan sifat nama dan rupa.
8. Nibbida Ñana, ialah
pengetahuan mengenai keengganan yang berkenaan dengan sifat nama dan rupa.
9. Muncitukamyata Ñana,
ialah pengetahuan mengenai keinginan untuk mencapai kebebasan.
10. Patisankha Ñana, ialah
pengetahuan mengenai penglihatan akan jalan yang menuju kebebasan, yang
menimbulkan keputusan untuk berlatih terus dengan bersemangat.
11. Sankharupekkha Ñana,
ialah pengetahuan mengenai keseimbangan tentang semua bentuk-bentuk kehidupan.
12. Anuloma Ñana, ialah
pengetahuan mengenai penyesuaian diri dengan Ariya-Sacca (Empat Kesunyataan
Mulia), sebagai persiapan untuk memasuki magga (Jalan), mencapai phala (hasil)
dari magga itu, dan mendekati Nirvana, dengan melalui anicca, dukkha, dan anatta.
13. Gotrabhu Ñana, ialah
pengetahuan mengenai pemotongan atau pemutusan keadaan duniawi, dan Nirvana
sebagai obyek dari pikiran.
14. Magga Ñana, ialah
pengetahuan mengenai penembusan terhadap magga, dimana kilesa atau kekotoran
batin telah dilenyapkan.
15. Phala Ñana, ialah
pengetahuan mengenai pembabaran phala yang merupakan hasil dari penembusan
terhadap magga, dan Nirvana sebagai obyek batinnya.
16. Paccavekkhana Ñana,
ialah pengetahuan mengenai peninjauan terhadap sisa-sisa kilesa atau kekotoran
batin yang masih ada.
Enam belas macam ñana tersebut di atas diuraikan agak terperinci seperti di
bawah ini.
1. Nama-Rupa Pariccheda
Ñana
2. Dengan memiliki ñana
ini, seseorang dapat membedakan nama dari rupa dan rupa dari nama. Umpamanya,
dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, naik dan turunnya rongga perut ketika
bernapas adalah rupa, sedangkan pikiran yang mengetahui proses itu adalah nama.
Gerakan kaki ketika berjalan adalah rupa, sedangkan kesadaran terhadapa hal itu
adalah nama.Mengenai membedakan nama dan rupa yang berkenaan dengan
panca-indera, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dalam melihat bentuk
atau warna, bentuk atau warna itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu
adalah nama.
2. Dalam mendengar bunyi,
bunyi itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
3. Dalam mencium bau, bau
itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
4. Dalam mencicipi sesuatu,
rasa itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
5. Dalam menyentuh suatu
benda yang dingin, panas, keras, atau lunak, benda itu adalah rupa, dan
kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
Jadi, kesimpulannya ialah bahwa seluruh badan ini adalah rupa, dan pikiran
adalah nama. Yang ada hanya rupa dan nama. Tak ada sesuatu yang disebut
makhluk, tak ada pribadi, aku, dia, dan lain-lainnya.
1. Paccaya Pariggaha Ñana
Dalam beberapa hal, rupa merupakan sebab, dan nama merupakan akibat. Jadi,
kalau rongga perut naik, maka kesadaran akan mengikutinya. Namun, dalam hal
lain, nama merupakan sebab, dan rupa merupakan akibat. Jadi, kalau pikiran
bergerak, maka gerak jasmani akan mengikutinya. Keinginan duduk merupakan
sebab, dan duduk adalah akibatnya.Rongga perut mungkin naik, tetapi tidak ada
turun. Rongga perut mungkin turun dengan keras dan tinggal diam dalam keadaan
itu. Naik turunnya rongga perut hilang, tetapi kalau dirasakan dengan tangan,
proses itu masih tetap ada.Sewaktu-waktu ada perasaan yang sangat tertekan dan
kadang-kadang agak kurang, atau merasa diri tidak berhasil. Sering diganggu
oleh pemandangan atau khayalan, seperti binatang liar, gunung-gunung, dan
lain-lain.Naik turunnya perut dan bekerjanya proses kesadaran itu berlangsung
dengan teratur. Kadang-kadang orang dapat terkejut, bergoyang ke muka atau ke
belakang. Akhirnya, orang dapat merasakan bahwa kehidupan yang lampau, yang
sekarang, dan yang akan datang hanya terbentuk dari rangkaian sebab dan akibat,
dan hanya terdiri atas nama dan rupa.
2. Sammasana Ñana
Dengan memiliki ñana ini, seseorang dapat merasakan nama dan rupa melalui
panca-indera sebagai Tilakkhana (Tiga Corak Umum), yaitu, Anicca
(ketidak-kekalan), Dukkha (derita), dan Anatta (tanpa aku).Gerak naiknya perut
dan gerak turunnya perut ada tiga bagian, yaitu upada (terjadi), thiti
(berlangsung), dan bhanga (lenyap). Naik turunnya perut dapat lenyap sebentar
atau dalam waktu yang lama. Pernapasan dapat berlangsung cepat, pelan, halus,
atau tertahan.Timbul perasaan tertekan, yang hanya dapat lenyap setelah
disadari beberapa kali dengan perlahan-lahan. Pikiran menjadi kacau, yang
memperlihatkan adanya kesadaran terhadap Tilakkhana itu.
3. Udayabbaya Ñana
Dengan memiliki ñana ini, seseorang dapat menyadari bahwa gerakan naik
turunnya perut itu terdiri atas dua, tiga, empat, lima, atau enam tingkat.Naik
dan turunnya perut lenyap berselang-seling. Berbagai perasaan lenyap setelah
disadari beberapa kali. Terlihat cahaya yang terang, seperti lampu
listrik.Permulaan dan pengakhiran dari gerakan naik turunnya perut lebih
terasa. Akhirnya, orang akan merasakan bahwa ketika pernapasan berhenti pada
waktu beristirahat yang berulang-ulang, badan seperti jatuh ke dalam jurang
yang sangat dalam, atau terbang dengan pesawat terbang, atau naik dengan lift,
tetapi sebenarnya badan masih tetap diam dan tak bergerak.
4. Bhanga Ñana
Pengakhiran dari gerak naik turunnya perut lebih terasa. Naik turunnya
perut terasa samar-samar, terasa lenyap, dan kadang-kadang terasa tidak ada
apa-apa.Gerakan naik turun dan kesadaran/pikiran (citta) terasa seolah-olah
lenyap. Pertama-tama, rupa (materi/jasmani) yang mengendap, tetapi citta masih
bergema. Kemudian, gerakan naik turun segera lenyap, demikian pula
kesadarannya. Jadi, citta dan obyeknya lenyap bersama-sama.Terasa panas seluruh
badan. Terasa diri seperti ditutupi dengan jaring. Segala sesuatu kelihatannya
seolah-olah dalam suasana yang penuh kesuraman, sangat kabur, dan
remang-remang. Kalau melihat pada langit, seolah-olah ada getaran-getaran di
udara. Gerakan naik dan turun sekonyong-konyong berhenti dan sekonyong-konyong
timbul lagi.
5. Bhaya Ñana
Timbul perasaan takut, tetapi tidak seperti takut ketika melihat hantu atau
setan. Tidak merasa bahagia, senang, gembira, atau nikmat. Terasa sakit pada
urat-urat syaraf, terutama pada waktu berjalan atau berdiri.Terdapat bahaya
dari perubahan-perubahan yang terus menerus di dalam semua bentuk kehidupan.
Semua bagian dari benda-benda ini menakutkan. Nama dan rupa yang dianggap
sebagai sesuatu yang bagus atau indah, sebenarnya tidak mempunyai inti-sari,
dan kosong sama sekali. Setelah nama dan rupa lenyap, tidak ada lagi yang
menimbulkan rasa takut.
6. Adinava Ñana
Gerakan naik turun menghilang sedikit demi sedikit, dan kelihatannya hanya
samar-samar dan suram. Nama dan rupa muncul dengan cepatnya, tetapi dapat juga
disadari.Diri terasa buruk, jelek, dan membosankan. Semua bentuk batin dan
fisik menyedihkan.
7. Nibbida Ñana
Semua obyek kelihatan membosankan dan jelek. Terasa seperti malas, tetapi
kemampuan untuk mengenal atau menyadari sesuatu masih berjalan dengan baik. Tak
ada keinginan untuk bertemu atau bercakap-cakap dengan orang lain, dan lebih
senang tinggal di kamar sendiri saja.Orang merasa bahwa keinginan-keinginan
atau cita-citanya yang dahulu, seperti kemasyhuran, kemewahan, kemegahan, dan
lain-lainnya tidak lagi merupakan kesenangan dan kegembiraan, bahkan berubah
menjadi kebosanan setelah menyadari sendiri bahwa manusia itu tercengkeram dan
terseret ke dalam kelapukan. Semua manusia dan makhluk lain, bahkan para dewa
dan para brahma tidak ada yang terkecuali semasih diliputi oleh bentuk-bentuk
ini, di mana masih ada kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian, dan tidak
terdapat perasaan kenikmatan yang sejati. Kebosanan timbul sebagai dorongan
yang keras untuk mencari Nibbana.
8. Muncitukamyata Ñana
Seluruh badan merasa gatal, seperti digigit-gigit semut, atau seperti ada
binatang kecil yang merayap pada muka dan badan. Terasa kurang senang, gelisah
dan bosan. Ada keinginan pergi dan menghentikan latihan meditasinya. Ada pula
yang ingin pulang karena merasa bahwa paramitanya atau perbuatan-perbuatan
baiknya belum cukup kuat.
9. Patisankha Ñana
Terasa ditusuk-tusuk di bawah kulit dengan benda-benda tajam di seluruh
badan. Timbul bermacam-macam perasaan yang mengganggu, tetapi setelah disadari
dua atau tiga kali, semua itu menjadi lenyap. Terasa mengantuk. Badan menjadi
kaku, tetapi pikiran masih aktif dan pendengaran masih bekerja. Badan terasa
seperti ditindih batu atau kayu. Seluruh badan terasa panas. Muncul perasaan
tak senang.
10. Sankharupekkha Ñana
Tidak ada perasaan takut, tidak ada perasaan senang, tetapi agak seperti
acuh tak acuh. Naik turunnya perut hanya disadari sebagai nama dan rupa saja.
Tidak ada perasaan gembira atau perasaan sedih, tetapi pikiran dan kesadaran
pada saat itu tetap terang.Ingatan, pengenalan, atau kesadaran tidak mengalami
kesukaran-kesukaran.Konsentrasi pikiran berjalan baik, tetap tenang dan halus
dalam jangka waktu yang lama, seperti sebuah mobil yang berjalan di atas jalan
yang datar dan rata. Ada perasaan puas dan mungkin lupa dengan waktu. Samadhi
atau konsentrasi menjadi kuat dan lekat, seperti adonan tepung yang
diremas-remas oleh tukang roti yang pandai.Dapat dikatakan bahwa penyadaran dan
pengenalan di dalam nama ini berlangsung dengan mudah dan memuaskan. Orang
mungkin dapat lupa dengan waktu yang telah dilewatinya dalam latihan itu.
Mungkin ia telah duduk selama satu jam atau lebih, padahal mulanya ia ingin
bermeditasi hanya 30 menit saja.
11. Anuloma Ñana
Di sini Anuloma Ñana diuraikan dalam bentuk Tilakkhana (anicca, dukkha,
anatta) sebagai berikut :
1. Anicca : orang yang
biasa melatih diri dalam kebersihan atau kesucian dan sila-sila akan mencapai
magga melalui perenungan tentang anicca. Gerakan naik turun perut menjadi
cepat, tetapi sekonyong-konyong berhenti. Ia menyadari atau mengetahui dengan
terang tentang gerakan naik turun itu yang berhenti, menyadari sikap duduk atau
sentuhan-sentuhan badannya dengan jelas. Keadaan pernapasan yang cepat itu
adalah corak anicca, dan pengenalan atau kesadaran terhadap proses berhentinya
pernapasan ini adalah anuloma-ñana, tetapi janganlah hendaknya ragu-ragu atau
dipikir-pikirkan. Proses berhenti ini harus disadari dengan nyata.
2. Dukkha : Orang yang
biasa melatih diri dalam Samatha (meditasi ketenangan) akan mencapai magga
melalui perenungan tentang dukkha. Kalau ia berlatih menyadari naik turunnya
perut, sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan, maka hal itu akan
terhalang. Kalau ia terus melanjutkan menyadari naik turunnya perut, sikap
duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan, maka terjadilah proses berhenti.
Keadaan pernapasan yang terhalang itu adalah corak dari dukkha, dan pengenalan
atau kesadaran terhadap proses berhentinya gerakan naik turun ini, atau
terhadap sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan itu adalah
anuloma-ñana.
3. Anatta : Orang yang
biasa melatih diri dalam Vipassana (meditasi pandangan terang), atau senang
dengan Vipassana dalam kehidupannya yang dulu-dulu, akan mencapai magga melalui
perenungan tentang anatta. Jadi, naik turunnya perut menjadi tenang dan
teratur, jangka waktu dari gerakan naik dan gerakan turun sama, dan kemudian
berhenti. Gerak naik turunnya perut, atau sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan
pada badan kelihatan dengan terang. Keadaan pernapasan yang halus dan teratur
itu adalah corak dari anatta, dan pengenalan atau kesadaran yang terang
terhadap proses berhentinya gerakan naik turun ini, atau terhadap sikap duduk,
atau sentuhan-sentuhan pada badan itu adalah anuloma-ñana.
12. Gotrabhu Ñana
Nama-rupa bersama-sama dengan citta (pikiran) yang mengetahui proses berhenti itu menjadi diam, tenang, aman, dan damai. Ini berarti bahwa orang telah mendapat penerangan dengan nibbana sebagai obyeknya. Jadi, kalau pencerapan mulai pecah dan lenyap, maka gotrabhu-ñana tercapai.
Nama-rupa bersama-sama dengan citta (pikiran) yang mengetahui proses berhenti itu menjadi diam, tenang, aman, dan damai. Ini berarti bahwa orang telah mendapat penerangan dengan nibbana sebagai obyeknya. Jadi, kalau pencerapan mulai pecah dan lenyap, maka gotrabhu-ñana tercapai.
13. Magga Ñana
Magga timbul langsung pada saat perasaann pecah dan pencerapan kilesa hancur akibat dari putusnya belenggu-belenggu, seperti Sakayaditthi (kekhayalan dari aku), Vicikiccha (keragu-raguan), Silabbataparamasa (ketahyulan tentang upacara).
Magga timbul langsung pada saat perasaann pecah dan pencerapan kilesa hancur akibat dari putusnya belenggu-belenggu, seperti Sakayaditthi (kekhayalan dari aku), Vicikiccha (keragu-raguan), Silabbataparamasa (ketahyulan tentang upacara).
14. Phala Ñana
Phala-ñana adalah hasil dari magga, yang muncul langsung setelah timbulnya magga-ñana. Dalam beberapa saat, dua atau tiga saat, yang menjadi obyek phala-citta adalah nibbana. Ñana ini bersifat lokuttara.
Phala-ñana adalah hasil dari magga, yang muncul langsung setelah timbulnya magga-ñana. Dalam beberapa saat, dua atau tiga saat, yang menjadi obyek phala-citta adalah nibbana. Ñana ini bersifat lokuttara.
15. Paccavekkhana Ñana
Paccavekkhana-Ñana terdiri atas pertimbangan-pertimbangan mengenai masih adanya kilesa (kekotoran batin). Dalam hal ini terdapat lima macam pertimbangan sebagai berikut :
Paccavekkhana-Ñana terdiri atas pertimbangan-pertimbangan mengenai masih adanya kilesa (kekotoran batin). Dalam hal ini terdapat lima macam pertimbangan sebagai berikut :
1. Pertimbangan mengenai
magga, yang berarti bahwa kita telah tiba pada magga ini.
2. Pertimbangan mengenai
phala, yang berarti bahwa kita telah mencapai phala atau hasil ini.
3. Pertimbangan mengenai
kilesa yang telah dihancurkan, yang berarti kita telah menghancurkan semua
kilesa.
4. Pertimbangan mengenai
kilesa yang belum dihancurkan, yang berarti kita masih memiliki kilesa.
5. Pertimbangan mengenai
nibbana, yang berarti bahwa Dhamma tertentu telah kita capai untuk menuju ke
Nibbana sebagai obyek pikiran.
Demikian proses tersebut dapat timbul di dalam diri seseorang dan dapat disadari dengan seksama, jika orang melaksanakan Vipassana Bhavana.
Materi Terkait :
0 komentar:
Posting Komentar