Dhammapiti Sukham
seti, Vipassannena cetasa
Ariyappavedite
dhamme, sada ramati pandito
Ia yang mengenal
Dhamma akan hidup berbahagia dengan pikiran tenang. Para bijaksana selalu
bergembira dalam Dhamma yang dibabarkan oleh para Ariya.
Di dalam kitab Abbidhammatthasangaha
disebutkan ada tiga jenis panna (kebijaksanaan), yaitu :
- Sutta maya panna adalah kebijaksanaan yang diperoleh dengan mendengarkan Dhamma atau membaca buku-buku Dhamma.
- Cinta maya panna adalah kebijaksanaan yang diperoleh dengan melakukan penyelidikan atau pemikiran. Jadi, dengan merenungkan apa yang telah dilihat atau didengar.
- Bhavana maya panna adalah kebijaksanaan yang didapat dari melaksanakan vipassana bhavana.
Seseorang yang
memiliki kebijaksanaan suta yaitu sempat mendengarkan Dhamma dari Sang Buddha
atau siswa-Nya, sudah cukup membuat orang tersebut berbahagia di dunia ini dan
setelah meninggal dunia bisa terlahir di alam bahagia (surge) seperti yang
dialami oleh Nandiya.
Nandiya adalah
saudagar kaya dari kota Baranasi. Ia memiliki keyakinan juga pendana dermawan
dan pelayan sangha. Tetapi dia belum berkeluarga, ibunya meminta agar Nandiya
menikahi sepupunya yang bernama Revati. Tetapi Nandiya tidak bersedia karena
Revati tidak memiliki keyakinan dan tidak dermawan.
Ibunya tidak
kehabisan akal, ibunya memberi instruksi kepada Revati untuk melakukan
perbuatan baik sehingga Nandiya mau menikahinya. Caranya, Revati dianjurkan
untuk ikut melayani Bhikkhu Sangha pada waktu diadakan upacara dana makanan.
Revati setuju mengikuti petunjuk yang diberikan oleh ibu Nandiya.
Keesokan harinya ibu
Nandiya mengundang bhikkhu sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk menerima
dana makanan di rumahnya. Ibunya juga mengundang Revati untuk melayani bhikkhu
sangha. Ketika bhikkhu sangha hadir, Revati dengan ramahnya mempersilahkan
bhikkhu sangha memasuki ruang makan. Setelah mempersilakan duduk, dia juga
melayani bhikkhu sangha dengan makanan, minuman dan memuaskannya.
Perilaku Revati yang
luhur ketika melayani bhikkhu sangha mendapat perhatian dari Nandiya. Ibunya
berkata kepada Nandiya, ‘nak , lihat, Revati sekarang sudah berubah, dia
memiliki keyakinan terhadap Sang Tiratana’.
Maka, Nandiya setuju
menikahinya dan Revati melahirkan dua putra. Karena bahagia maka Nandiya
mengadakan acara dana besar-besaran yaitu membangun aula di Vihara Isipatana
dan dipersembahkan kepada Sang Tathagata, juga melakukan pelimpahan jasa.
Pada saat itu juga ,
di alam dewa Tavatimsa muncul istana surgawi seukuran dua belas yojana, lengkap
dengan perabotannya dan peri-peri sebagai pelayannya yang diperuntukkan buat
Nandiya.
Mendengarkan hal ini,
Nandiya merasa gembira dan memberikan dana-dana serta melakukan
tindakan-tindakan berjasa.
Berbeda dengan
istrinya, Revati tidak mempunyai keyakinan, pandangannya keliru. Dia menganggap
berdana itu merugikan dirinya sendiri, maka dia menghentikan semua dana dan
terus menerus mencaci dan menghina para bhikkhu dengan berkata, ‘karena
merekalah maka semua kekayaan dan perolehan ku berkurang’.
Pada akhir kehidupan
suami istri tersebut, Nandiya setelah meninggal dunia langsung terlahir di alam
surge. Sedangkan istrinya , Revati, karena banyak melakukan perbuatan buruk
langsung terlahir di alam Neraka Samsavaka.
7 cara mengembangkan
kebijakasanaan
Dalam komentar
Abhidhamma (Sammohavino-dani) menunjukkan 7 cara untuk mengembangkan
kebijaksanaan pada bab Satipatthana.
1.
Paripucchakata :
"Banyak bertanya
mengenai gabungan, unsur2, lingkungan, indria, kekuatan batin, faktor2
penerangan sempurna, tahap2 Jalan (beruas 8), Jhana, Samatha dan vipasanna.
2.
Vatthu-visada-kiriya :
" Pemurnian
dasar2(luar-dalam), yaitu dengan kesadaran penuh mengubah segala sesuatu di
dalam dan di luar menjadi murni. Artinya rambut ,kuku,dan janggut tidak
terlampau panjang, tubuh tidak dipenuhi keringat dan kotoran. Pakaian tidak
rusak dan kotor. Tempat tinggal terjaga kebersihannya. Jika tubuh kita kotor
luar dalam
kebijaksanaan yang timbul akan seperti nyala
api di dalam pelita yang kotor. Agar memiliki kebijaksanaan terang dan jernih,
kita harus menjaga tubuh dan lingkungan tetap bersih.
3.
Indriya-samatta-patipadana :
"menjadikan
indria sempurna, artinya mengubah indriya (saddha/keyakinan,
viriya/energi,sati/kesadaran penuh,samadhi/konsentrasi, panna/kebijaksanaan)
menjadi sangat seimbang.
Kelima sumber daya
itu (panca bala) itu harus tetap seimbang dalam perkembangannya, sesuai dengan
fungsi masing2: Saddha/keyakinan memungkinkan kita tetap teguh dalam bekerja,
viriya memungkinkan kemampuan kita berkembang, memberikan dukungan dan
semangat; kesadaran penuh/sati meneguhkan subjek meditasi; konsentrasi/samadhi
menghindarkan kita dari kekacauan; sedangkan ,kebijaksanaan/panna membuka mata
batin kita, untuk melihat dan mengerti. Kalau salah satu tidak seimbang ,yang
lainnya akan kacau.
Jika keyakinan
terlampau kuat, kita harus meninjau kembali hakikat objek yang diperhatikan ,
atau mengubah cara kita memperhatikan. Jika viriya terlampau kuat, kita harus
mengembangkan ketenangan. Begitupun 3 sumber daya lainnya yang diatur
sedemikian hingga kita tidak terlampau bersemangat pun tidak menjadi malas.
Semangat yang berlebihan muncul dari keyakinan, energi/viriya, dan
kebijaksanaan, sedangkan kemalasan cenderung merembes dari konsentrasi.
Kesadaran penuh/sati akan melindungi kita dari kedua hambatan itu.
Dengan keyakinan dan
kebijaksanaan yang seimbang, seseorang akan mencari dasar yang kuat sebelum
mempercayai sesuatu. Melulu keyakinan yang kuat tanpa dibarengi kebijaksanaan,
orang akan cenderung mempercayai sesuatu secara membuta. Ia akan mempercayai
org yang tidak patut dipercaya. Ia akan keliru menganggap ajaran salah sebagai
ajaran benar, dan keyakinannya menjadi sia-sia dan membuatnya kecewa.
Sebaliknya kebijaksanaan yang kuat tanpa diiringi keyakinan akan mengarah pada
kepicikan yang sukar disembuhkan, seperti menyembuhkan orang yang sakit karena
obat. Ia cenderung menuju ke jalan yang salah.
Sebagai contoh ,
dalam hal berdana ada kehendak untuk memberi (cetana-dana) dan sesuatu yang
diberikan (vatthu-dana). Pemberian itulah yang akan mendatangkan manfaat dimasa
mendatang bagi si donatur. Seorang yang terlalu pintar mungkin berpendapat
bahwa keinginan memberi saja sudah cukup. Pandangan ini jelas salah dan bisa
menghantar ia ke alam yang lebih rendah. Hal seperti ini tidak akan terjadi
bila keyakinan dan kebijaksanaan betul2 seimbang.
Konsentrasi dan
energi yang seimbang akan menjaga kita dari kemalasan atau semangat yang
berlebihan, dan akan menghantar ke pencerapan (apanna). Bila konsentrasi kuat
dan energi lemah, kemalasan akan timbul. Ketenangan yang nampak sering dianggap
sebagai konsentrasi yang baik padahal suatu ekspresi kemalasan. Bila energi
kuat dan konsentrasi lemah, akan muncul semangat yang berlebihan. Ia akan
terganggu, tergoda, atau terpecah perhatiannya; ia akan merasa tertekan,
berpikir bahwa apa yang dilakukannya tidak sesuai untuknya dan lebih baik
mencoba yang lain.
Keseimbangan antara
konsentrasi di satu pihak dan keyakinan serta kebijaksanaan di lain pihak, juga
akan menghantar pada pencerapan (appana samadhi). Konsentrasi yang dibarengi
kebijaksanaan akan menghasilkan pengertian yang kuat, sedemikian hingga si
meditator mampu menembus hakikat keberadaan pada saat ia memasuki pandangan
terang (vipasanna).
Kesadaran penuh/sati
harus tetap kuat dalam segala hal. Ia sangat diperlukan seperti garam yang
menyedapkan setiap masakan atau perdana menteri yang mengabdi kepada raja.
Yang Ariya U Bode
menyimpulkannya sebagai berikut :
Keyakinan berlebih
menimbulkan fanatisme; Kebijaksanaan berlebih membikin keras kepala; Energi
berlebih membuat batin kacau; Konsentrasi berlebih mendorong pengasingan diri;
tetapi kesadaran penuh tidak berakibat jelek.
4. Duppanna-puggala-parivajjanam :
"Menghindari
orang2 yang tidak memiliki kebijaksanaan dalam arti tidak bergaul dengan orang2
bodoh yang tidak memiliki kebijaksanaan yang menembus hakikat segala sesuatu
".
5. Panna-vanta-puggala-sevana :
" Bergaul dengan
orang yang memiliki kebijaksaan, yaitu bergaul dengan orang yang memiliki
kebijaksanaan mengenai timbul dan tenggelamnya pikiran.
Cara yang keempat dan
kelima ini menggunakan contoh dari tingkat yang tertinggi (Ukattha). Jadi kita
tidak usah mengambilnya mentah2, dan menghindari pergaulan dengan mereka yang
belum mencapai tingktan tersebut. Org2 yang mengetahui cara benar berdana, yang
tahu melaksanakan ajaran dan hal2 yang berhubungan dengan Dhamma- layak kita
dekati. Begitu pula kita bergaul dengan mereka yang dapat menjawab pertanyaan2
kita, tanpa membedakan tingkat sosial mereka, seperti halnya seorang bhikkhu
tidak membeda-bedakan saat ia berkeliling mengumpulkan dana.
Untuk mengembangkan
kebijaksanaan, seseorang pertama-tama harus bertanya kepada orang bijak. Dengan
cara itu ia memperoleh kebijkasanaan dari mendengar. Bila kemudia ia
dibingungkan oleh beberapa masalah, ia harus merenung dan memikirkannya. Dengan
cara itulah ia memperoleh kebijaksaan dari berpikir.
Dalam sebuah
percakapan degn suku Kalama, Sang Buddha menyarankan pendekatan ini. Ketika itu
suku Kalama mengadu kepada Beliau,
"Yang Mulia,
para pertapa dan brahmana datang ke Kesaputta.... ketika mendengarkan uraian
mereka , kami menjadi ragu2 dan tidak bisa menentukan mana yang benar dan mana yang
salah ."
Maka Sang Buddha
menjawab, secara ringkas, sebagai berikut,
" Kalian harus menerima suatu pandangan, jika setelah
merenungkannya, kalian tidak menemukan kesalahan di dalamnya ."
Ini menunjukkan
kepada kita bahwa pada tahap awal kebijaksanaan diperoleh dari mendengarkan uraian org lain. Kemudian
kita harus merenungkannya, untuk menemukan ajaran yang benar.
Di dalam
Maha-Dhammapala Jataka (n.447), dikisahkan Dhammapala menghadap ayahnandanya
untuk mempelajari mengapa anggota keluarga mereka berumur panjang. Jawaban sang
ayah adalah demikian : " Kita mendengar apa yang dilakukan oleh si dungu
dan para bijaksana; Lalu kita melakukan apa yang tidak dilakukan si dungu; dan
mengikuti teladan para bijaksana; Karena itulah tidak ada anggota keluarga kita
yangg meninggal di usia muda."
Hal ini juga
menunjukkan bahwa pertama-tama kita memperoleh kebijaksanaan dari mendengar,
kemudian dari berpikir.
"Bergaul dengan
para bijaksana" tidak melulu kita hidup dengan mereka, melainkan juga kita
belajar dari mereka. Bergaul dengan si dungu bukan berarti kita lalu melekat
pada mereka, melainkan untuk memperbaiki mereka - seperti yang dilakukan Sang
Buddha saat mendatangi Uruvela-Kassapa. Bergaul dengan si dungu berarti
menerima praktik dan kepercayaan mereka yang salah. Hanya jika memperoleh
pengetahuan dari para bijaksana seseorang dapat dikatakan bergaul dengan
mereka.
6. Gambhira-nanna-cariya-paccavekkhana.
:
" Merenungkan
kualitas kebijaksanaan yang mendalam, yaitu yang berhubungan dengan subjek2 yang
mendalam seperti gabungan, unsur, dsb."
Seperti
besar-kecilnya api tergantung dari ukuran benda yang terbakar, kebijaksanaan
diukur dari apa yang diketahuinya. Dikatakan kecil,nyata, atu mendalam
tergantung apakah yang diketahui itu kecil, nyata, atau mendalam.
Kebijakasanaan yang
berasal dari pengetahuan tentang pokok2 Dhamma seperti gabungan, unsur, dsb.
Itulah yang dimaksud kebijaksanaan yang mendalam. Kebijaksanaan demikan dapat
berkembang terus hingga seluas dan sedalam Buddha-Dhamma. refleksi analitis
terhadap Dhamma yang mendalam merupakan dasar pengembangan kebijaksanaan.
7. Tadadhi-muttata :
" mendekatkan
diri ke kebebasan, artinya mendekatkan batin ke manfaat yang timbul dari
faktor2 pencerahan dengan cara menyelidiki Ajaran. Dalam hal ini harus dipahami
bahwa perkembangan batin itu mencapai puncaknya saat timbulnya jalan Arahat.
Sumber :
"Empat
kesempurnaan" oleh Sayagyi U ba Khin hal 28. Penerbit Karaniya
0 komentar:
Posting Komentar