Ajaran Sang Buddha mengajarkan jalan
tengah yang menghindari 2 pandangan ekstrim yaitu memuaskan hawa nafsu dan
menyiksa diri untuk mencapai kebebasan. Sang Buddha juga mengajarkan 4
kesunyataan mulia, paticcasamuppada, tilakkhana, kamma, dan punarbhava.
Kesemuanya itu merupakan ajaran pokok dari sang Buddha. Setiap ajaran dari Sang
Buddha mempunyai hubungan atau ada keterkaitan. Demikian juga karma dan
punarbhava mempunyai hubungan yang sangat dekat.
Karma/Kamma
Kata “kamma” berasal dari bahasa pali,
dan kata “karma” berasal dari bahasa sanskerta. Karma adalah perbuatan manusia
ketika hidup di dunia; hukum sebab akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:
509). Karma juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh jasmani,
perkataan, dan pikiran yang baik maupun yang jahat (Abhidhammathasangaha, 2005:
277). Dalam Anggutara Nikaya, Sang Buddha juga mengatakan bahwa “para bhikkhu,
kehendak untuk berbuat itulah yang kunamakan karma. Setelah timbul kehendak dalam
batinnya, seseorang melakukan perbuatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa karma merupakan perbuatan dari suatu mahluk
melalui pikiran, ucapan, dan badan jasmani yang disertai dengan niat (cetana).
Segala bentuk perbuatan dapat disebut dengan karma bila disertai dengan niat
(cetana). Semua mahluk dapat melakukan karma kecuali telah mencapai tingkat
kesucian tertinggi (arahat). Seorang arahat tidak melakukan karma karena ia
telah menghentikan proses karma. Perbuatan yang ia lakukan disebut kiriya yang
tidak akan menimbulkan akibat apapun. Karma akan menimbulkan akibat atau hasil
disebut vipaka atau akibat karma. Adanya suatu perbuatan atau karma yang
menimbulkan akibat atau vipaka disebut hukum karma atau hukum sebab akibat.
Dalam Anggutara Nikaya, III, 415
dijelaskan bahwa perbuatan (karma) seseorang ditentukan oleh salah satu dari
tiga faktor yaitu rangsangan luar, motif yang disadari dan motif yang tidak
disadari. Labih lanjut dijelaskan bahwa kontak (phassa) merupakan penyebab dari
perilaku (karma). Rasangan dari luar adalah gerakan refleks atau perilaku yang
mengikuti rangsangan indria. Motif yang disadari adalah dosa (kebencian), lobha
(keserakahan), moha (kebodohan), alobha (ketidak serakahan), adosa (tidak
membenci), dan amoha (ketidak bodohan). Sedangkan motif yang tidak disadari
adalah keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama) dan keinginan untuk
menghindar dari kematian (amaritukama). Ketiga faktor tersebut merupakan sebab
terjadinya suatu karma yang akan menimbulkan akibat. Sedangkan dalam
paticcasamuppada, ketidak-tahuan (avijja) merupakan sebab utama yang
menimbulkan karma.
Dalam agama Buddha tidak ada pembuat
kamma karena ajaran Buddha mengajarkan anatta (tanpa inti). Dalam
Visudhi-Magga, bhikkhu Budhagosa mengatakan bahwa “ Tak ada pelaku yang
menjalankan perbuatan (kamma), ataupun seseorang yang merasakan buahnya,
hanyalah suku cadang penunjang yang bergulir terus, inilah sesuangguhnya yang
betul”.
Punarbhava
Punarbhava adalah kelahiran kembali atau
tumumbal lahir. Dalam agama Buddha dikenal juga dengan penerusan dari nama
(patisandhi vinnana). Ketika seseorang akan meninggal dunia, kesadaran ajal
(cuti citta) mendekati kepadaman dan didorong oleh kekuatan-kekuatan kamma.
Kemudian kesadaran ajal padam dan langsung menimbulkan kesadaran penerusan
(patisandhi vinnana ) untuk timbul pada salah satu dari 31 alam kehidupan
sesuai dengan karmanya.
Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan
dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir (Dhammananda, 2004: 141).
Dengan memadamkan nafsu keinginan maka kita dapat menghentikan tumimbal lahir.
Nafsu keinginan ini merupakan salah satu sebab yang menimbulkan karma dan
menimbulkan proses kelahiran kembali.
Ajaran agama Buddha tentang tumimbal
lahir harus kita bedakan dari ajaran tentang perpindahan dan reinkarnasi dari
agama lain. Tumimbal lahir atau punarbhava yang disebut juga penerusan
(patisandhi) bukan perpindahan roh karena dalam agama Buddha tidak mengenal roh
yang kekal dan berpindah. Dalam agama Buddha dikenal dengan penerusan dari nama
(patisandhi vinnana). Secara umum ada 4 cara tumimbal lahirnya mahluk-mahluk,
yaitu Jalabuja-yoni (lahir melalui kandungan seperti manusia, sapi, dan
kerbau), andaja-yoni (lahir melalui telur seperti ayam, bebek, dan burung), sansedaja-yoni
(lahir melalui kelembaban seperti nyamuk dan ikan), dan opapatika-yoni (lahir
secara spontan seperti mahluk-mahluk alam dewa dan peta).
Ada dua pendapat tentang tumimbal lahir,
yang pertama menurut Abhidhamma bahwa tumimbal lahir terjadi segera setelah
kematian suatu mahluk tanpa keadaan antara apapun. Sedangkan yang kedua ada
yang berpendapat bahwa suatu mahluk setelah mati maka kesadaran atau energi
mental mahluk tersebut tetap ada dalam suatu tempat, didukung oleh energi
mental akan nafsu dan kemelekatannya sendiri, menunggu hingga cepat atau lambat
tumimbal lahir terjadi.
Seorang Buddha atau arahat tidak akan
terlahir kembali karena telah menghentikan karma. Dalam Dhammacakkapavatana
sutta sang Buddha mengatakan bahwa “inilah kelahiran-ku yang terakhir, tiada
lagi tumimbal lahir bagi-ku”. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Buddha
tidak akan terlahir kembali.
Kelahiran kembali bukanlah suatu
karangan belaka, sekarang ini para ahli sedang mengumpulkan bukti-bukti adanya
suatu tumimbal lahir. Dalam film “Past Lives: Stories of Reincarnation”, disana
memuat cerita orang-orang yang dapat mengingat kehidupan lampaunya.
Hubungan Karma dengan Punarbhava
Karma dan Punarbhava mempunyai hubungan
yang saling bergantungan. Ada hubungan sebab akibat antara karma dan
punarbhava. Karma menyebabkan proses tumimbal lahir suatu mahluk. Dalam
culakammavibhanga sutta dijelaskan bahwa “setiap mahluk adalah pemilik
perbuatannya sendiri, terwarisi oleh perbuataannya sendiri, lahir dari
perbuatannya sendiri, berhubungan dengan perbuatannya sendiri, dan terlindung
oleh perbuatannya sendiri”. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatu mahluk
terlahir karena perbuatannya sendiri. Karma yang menyebabkan suatu mahluk
mengalami tumimbal lahir. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah karma bukan
satu-satunya sebab yang menimbulkan suatu mahluk mengalami kelahiran kembali.
Selain karma ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terlahirnya suatu mahluk.
Ada tiga syarat yang diperlukan untuk kelahiran suatu mahluk yaitu senggama
antara orang tua, ibu dalam masa subur, dan hadirnya gandhaba. Gandhaba adalah
janin atau calon individu suatu mahluk.
Karma dapat menjelaskan pertanyaan,
mengapa suatu mahluk tidak ada yang sama dan berbeda. Ada orang yang
tinggi-pendek, kaya-miskin, cacat-normal, dll. Dalam Culakammavibanga sutta
dijelaskan mengapa orang terlahir berbeda-beda. Salah satunya dijelaskan bahwa
seseorang yang membunuh mahluk hidup dan tidak mempunyai belas-kasihan
terhadapnya, akibat dari perilakunya tersebut, ia akan dilahirkan kembali di
alam yang buruk setelah meninggal. Dalam mahakammavibhanga sutta sang Buddha
menjelaskan bahwa beberapa petapa dan brahmana mempunyai kekuatan batin dapat
melihat mahluk-mahluk di alam lain. Kekuatan untuk dapat melihat mahluk-mahluk
alam lain yang muncul dan lenyap sesuai dengan karmanya masing-masing disebut
Dibbacakkhu-nana. Ada juga sesuatu kemampuan untuk mengingat kehidupan yang
lampau disebut pubbenivasanussati-nana. Dengan memiliki dua kekuatan batin
tersebut kita bisa membuktikan adanya tuimbal lahir atau kelahiran kembali.
Suatu mahluk yang melakukan karma maka
ia akan menerima akibat dari karma yang telah ia lakukan itu. Akibat karma
tersebut dapat berakibat pada kehidupan sekarang dan yang akan datang. Dalam
Visuddhimagga, Buddhagosa menjelaskan ada pembagian karma menurut waktunya. Ada
empat jenis yaitu ditthadhammavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat
pada kehidupan sekarang), uppajjavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat
pada kehidupan setelah kehidupan sekarang ini), Aparaparavedaniya kamma (karma
yang menghasilkan akibat pada kehidupan selanjutnya), dan ahosi kamma (kamma
yang tidak memberikan akibat karena jangka waktunya telah habis). Karma
seseorang yang telah ia lakukan tidak hanya akan menimbulkan akibat pada
kehidupan sekarang ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya.
Dalam paticcasamuppada dijelaskan dengan
jelas bagaimana hubungan karma dengan punarbhava. Avijja sebagai sebab terdekat
yang menimbulkan sankhara (bentuk-bentuk karma). Sankhara ini wujud aslinya
adalah kamma 29 atau cetana 29, yaitu akusala citta 12, mahakusala citta 8,
rupavacarakusala citta 5, dan arupavacarakusala citta 4. Kemudian sankhara ini
akan menimbulkan Vinnana (kesadaran). Kesadaran inilah yang merupakan proses
tumimbal lahir. Vinnana ini akan menimbulkan Nama-Rupa atau Pancakhanda yang
akan menimbulkan suatu mahluk. Hal tersebut menjelaskan hubungan antara karma
dan punarbhava yang sangat dekat.
Kesimpulan
Karma dan punarbhava mempunyai sifat
sebab akibat. Suatu kehidupan mahluk adalah karena akibat dari karma yang telah
dilakukan. Suatu kehidupan adalah suatu rangkaian karma. Pada suatu kelahiran
kembali (punarbhava), setiap orang akan melakukan suatu perbuatan (karma).
Ketika seseorang berpikir dan bertindak, pikirannya secara spontan berubah
melalui dorongan keinginan dan ketergantungan yang menuju kepada keberadaan dan
kelahiran sesuai dengan hukum ketergantungan (paticcasamuppada) (Buddhadasa,
2005: 20). Kelahiran kembali merupakan bagian dari kehidupan, dan kehidupan
adalah suatu arus kesadaran (vinnana) yang berlangsung terus berdasarkan
kekuatan karma (Cornelis Wowor, 2004: 68). Bila seseorang belum bisa
menghentikan proses karma maka ia akan mengalami kelahiran kembali. Seorang
arahat dan Buddha tidak akan mengalami kelahiran kembali karena telah
menghentikan karma. Karma menyebabkan kelahiran dan kematian suatu mahluk.
Suatu mahluk terlahir karena karma yang telah dilakukannya dan suatu mahluk
mati karena kekuatan karma pada kehidupan itu telah habis. Karma dan punarbhava
merupakan ajaran pokok dari sang Buddha yang mempunyai keterkaitan dan memiliki
sifat sebab-akibat.
0 komentar:
Posting Komentar